Cerpen : The Seal (Chapter 2 - De Ja Vu)


Chapter 2 – De Ja Vu

Spring, March 7th 2012

            KRIIIIIINNNGGGGG!!!!!

            “Uwaaaaa!!!!!” teriakku dari tidurku dan segera menoleh ke arah jam weker yang berbunyi lalu mematikannya.

            “Shiro-chaan?? Kamu baik – baik saja sayang?” teriak ibuku dari bawah.

            “Aku tidak apa – apa bu.” Jawabku

            “Segeralah turun nak, habiskan sarapanmu dan berangkat sekolaah!”

            “Baiklaah!”

TAP!!

Aku mematikan jam wekerku dan menyentuh dadaku untuk memastikan detak jantungku.

“Hah..hah..haa.. mimpi apa itu? Jantungku berdegup cepat sekali.” Ucapku sambil agak ketakutan.

Aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan segera mandi lalu berpakaian. Setelah rapih semua aku segera turun ke bawah menemui ibuku dan sarapan dengannya.

“Kamu kenapa tadi berteriak nak?” Tanya ibuku sambil menutup kotak bento ku.

“Hahaha aku terkejut bu karena jam wekerku berbunyi keras tidak seperti biasanya. Mungkin karena baterainya baru kuganti semalam.” jawabku sambil melahap sarapan yang dibuat ibuku.

“Hush, kamu membuat ibu kaget mendengar teriakkanmu. Jangan diulang lagi Shiro-chan.” Ucap ibuku sambil memasukkan bento ku kedalam tasku.

“Bekalnya sudah ibu siapkan, jangan lupa dimakan ya nak?”

“Iya ibu, glup-glup-glup.. ahh.” ucapku sambil minum lalu mengambil tasku.

“Aku berangkat dulu bu!” ucapku sambil memakai sepatu dan keluar rumah.

“Waaahh… sejuknyaaa” ucapku sambil merenggangkan kedua tanganku.

“Selamat pagi Shiro-chan” sapa nenek yang sedang mengurus tanamannya.

“Selamat pagi nek. Bagaimana kabar nenek?” tanyaku sambil membungkuk  memberikan salam kepada nenek.

“Baik, terimakasih. Mau pergi sekolah ya? Semangat Shiro-chan!”

“Iya nek, ja matta nee..” ucapku sambil melambaikan tanganku ke nenek dan berjalan menyusuri jalan ke sekolahku.

Pagi ini aku agak shock dengan mimpiku semalam. Sepanjang jalan aku terus memikirkan apa arti dari mimpiku. Sesampainya didepan sekolah, aku melihat Midori sedang berbicara dengan Negishi-san.

‘Ugh, orang itu lagi. Aku harus cepat – cepat pergi’ gumamku sambil berjalan sedikit cepat dan menjauh dari mereka.

“Mori-saan, selamat pagii!” teriak seseorang yang suaranya tidak asing lagi bagiku. Akupun menoleh kebelakang dan kulihat Negishi-san dan Midori melambaikan tangannya kearahku dan akupun menghampiri mereka.

“Selamat pagi.” Sapa ku.

“Aah Shiro-chan kebetulan sekali kau lewat didepan kami. Kami membicarakan tentangmu tadi” ucap Midori dengan mulutnya yang tersenyum manis.

‘Apa yang mereka bicarakan tentangku? Apakah sesuatu yang buruk tentangku? Argh! Tetap berpikir positif!’ pikirku.

“Jadi begini, Midori ingin berkunjung kerumahmu karena kemarin ketika Midori ingin berkunjung kerumahmu kau malah menolaknya. Ada apa?” Tanya Negishi-san dengan wajahnya yang selalu tersenyum ‘Aneh’.

“Ah,hahaha Midori-chaan ayo kita ke kelas. Sebentar lagi bel akan berbunyi. Ayo, Midori-chan!” ucapku agak kesal sambil menyeret Midori kedalam sekolah. Sesampainya di tempat loker sepatu, aku menukarkan sepatuku dengan uwabaki disekolah ini.

“Ah Shiro-chaaann!! Kenapa kamu malah mengganggu waktuku bersamanyaa??!” Tanya Midori dengan wajah yang sedikit sedih karena pisah dengan pangerannya.

“Sudah ku bilang dia itu aneh. Lebih baik kau jangan menyukainya lagii” jawabku lalu pergi menuju kelas bersama Midori.

“Apa kau menyukai Negishi-san juga?” Tanya Midori dengan ragu.

“Aku tidak menyukainya. Malah aku membencinya dengan gayanya yang baik hanya didepan siswa perempuan.” Ucapku lalu duduk ditempatku.

“Aku rasa dia orang yang baik kok.” bela dirinya.

“Yah terserah kau aja lah Midori-chan. Aku hanya menyarankan saja” ucapku sambil mengeluarkan buku catatanku. Bersamaan denganku masuklah Ayaka-sensei guru yang mengajar kelas kami.

15 menit pelajaran Ayaka-sensei pun berlangsung dan akupun mulai sedikit jenuh dengan pelajarannya. Kulihat keluar jendela dan aku melihat seseorang yang memakai jaket biru dibawah pohon melihat kearah ku. Kenapa orang itu terus memperhatikan kearahku. Apa yang salah denganku?

“Mori-san!” panggil Ayaka-sensei memecahkan lamunanku.

“Ah, iya sensei! Ada apa?”

“Tolong selesaikan soal ini. Jika kau tidak bisa menyelesaikannya maka kau harus berdiri didepan kelas.” Ucap Ayaka-sensei dengan agak ketus.

Akupun maju kedepan papan tulis dan berusaha menyelesaikan soal matematika yang diberikan Ayaka-sensei. Dan akupun dapat menyelesaikannya dengan baik.

“Kalau begitu kau boleh kembali ke tempatmu.” Ucap Ayaka-sensei.

“Psst! Kau kenapa Shiro-chan?” bisik Midori.

“Aku hanya melamun saja. Maaf yaa” ucapku lalu kembali ke pelajaran.

Jam sekolah pun sudah usai dan aku masih duduk ditempatku berlawanan dengan teman – temanku yang mulai meninggalkan tempatnya.

“Shiro-chan? Ayo pulang bersama.” Ajak Midori.

“Ah kau duluan saja. Aku akan pulang nanti, aku masih ingin menyelesaikan catatanku.” Ucapku dengan pelan.

“Baiklah, aku pulang duluan yaa? Jaa matta nee~” melambaikan tangannya sambil berjalan keluar kelas.

Aku pun kembali fokus dengan catatanku yang belum selesai ini. Sesekali aku melihat keluar jendela dan orang itu masih berdiri disana. Akupun menghiraukannya dan kembali ke catatanku.

Tak lama kemudian terdengar bunyi tapak sepatu seperti ada seseorang yang berjalan di koridor. Aku menghiraukannya lagi tapi kali ini suara tersebut terdengar lebih jelas dan berhenti. Kulihat pintu kelas dan terlihat bayangan seseorang sedang berdiri diluar sana.

“Siapa disana?!” ucapku dengan suara lantang. Tapi bayangan tersebut tidak menjawabnya. Selang beberapa menit pintu kelas tergeser dan terlihat tangan yang membuka pintu tersebut. Akupun mulai sangat ketakutan hingga aku pura – pura mengabaikannya. Lama – lama pintu tersebut makin terbuka dan tampaklah seseorang yang membuka pintu tersebut.

Mata itu, rambut itu, dan jaket biru itu. Seperti pernah aku melihatnya. Aku merasa seperti mengenal sosok itu. Kemudian sosok itu mendekatiku. Aku pindah ke tempat yang ada dibelakangku. Ketika ingin duduk sosok itu mendekatiku dengan cepat dan memojokkanku ke tembok.

“Kyaaaaaaa!!!!!” teriak diriku sambil menutup mataku.

“Ssh! Jangan berteriak. Ada yang sedang mengincarmu. Aku kesini untuk melindungimu.” Ucap sosok itu yang menutup mulutku dengan jari telunjuknya.

“K-kau siapa? Kenapa kau datang kesini? Kenapa kau terus memperhatikanku dari jauh?”

“Aku adalah Guardianmu. Aku ditugaskan kesini untuk mengawasimu dari para Demon.” Ucapnya dengan nada pelan lalu melepaskanku untuk duduk ke tempatku.

Guardian? Demon? Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.” Tanyaku kembali.

“Diamlah. Musuh sedang mengincarmu.” Ucapnya.

Kemudian terdengarlah suara tapak kaki yang sedang berlari. Akupun mulai ketakutan, sangat ketakutan dan si lelaki yang mengaku sebagai Guardian itu melindungiku dengan berdiri membelakangiku.

BRAKK!!

“Disini kau rupanya Tenshi. Aku sudah lama mencarimu kemanapun dan ternyata kau ada disini!!” ucap seorang lelaki bermata kuning dengan Scythe yang dibawanya.

“Diam kau! Sampai kapanpun aku akan tetap melindunginya! Holy Shield!!” teriaknya dengan tangan yang diarahkan ke diriku sehingga terbentuklah sebuah perisai tembus pandang berwarna hijau yang mengurungku.

“Hei!! Ada apa ini!!!” teriakku tapi lelaki yang melindungiku terus mengabaikanku. Dan terjadilah pertarungan sengit didalam kelasku.

“Kyahahahaha!!! Kali ini kupastikan kau akan kalah dariku! Kaminari Scythe!!” teriak lelaki bermata kuning dan muncul aliran listrik dari Scythe yang dipegangnya dan mengayunkan ke arah lelaki bermata biru itu. Lelaki bermata biru itu pun menahannya dengan kedua telapak tangannya dan berkata..

“Guard!” dan terlihatlah sinar putih yang menyelimuti kedua tangannya sehingga lelaki bermata kuning itu terpental ke papan tulis dan merusak papan tulis tersebut.

“Gahk!! Sial kau Guardian!” teriak si bermata kuning sambil memegang dadanya.

“Angel Sword. Kali ini kupastikan kau dan klanmu tidak akan menganggunya lagi.” Kali ini muncullah sebuah pedang perak yang panjang dari genggaman si lelaki bermata biru itu. Dan dia langsung menghunuskan pedangnya ke arah jantung lelaki si bermata kuning.

Akupun terdiam dan tidak dapat berkata apa – apa ketika lelaki bermata biru itu menancapkan pedangnya ke arah jantung lawannya tersebut sehingga kelasku pun menjadi berantakan seperti diterjang badai.

“Shield off..” ucapnya lalu perisai tembus pandang yang mengurungku kini sudah terlepas dan akupun terbebas dari perisainya.

“Maaf kau harus melihat itu. Aku yakin pasti ini kali pertama kau melihat seseorang terbunuh. Tapi dia itu bukan manusia.” Ucapnya dengan nada datar dan menatapku.

“Aku pernah melihat ini di mimpiku. Ini sama persis dengan apa yang di mimpiku. Apa aku sekarang bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaanku?” tanyaku lalu duduk di kursi tempatku yang masih rapih.

“Baiklah. Perkenalkan namaku Aoi. Sesuai dengan warna mataku yang berwarna biru. Aku adalah salah satu Guardian yang bertugas untuk melindungimu. Dan kau adalah salah satu dari 5 Tenshi yang tersisa di bumi ini.” Jawabnya dengan tegas.

“Aku tenshi? Aku hanya manusia bukanlah malaikat. Aku hanya gadis biasa.” Ucapku berusaha meyakinkannya.

“Apa didalam mimpimu sama seperti kejadian ini?” Tanya Aoi.

“Ya semalam aku memimpikannya. Tapi kejadian akhirnya bukanlah seperti ini.”

“…” Aoi terdiam dan mulai menatapku dengan serius.

“Kejadiannya aku terkena senjata milik musuhmu itu dan cahaya berwarna putih dan biru keluar dari tubuhku.” Ucapku sambil tertunduk.

“Itu sudah membuktikan bahwa kau adalah salah satu dari kelima Tenshi yang terpilih.”

Akupun masih tertunduk dan ketika itu aku melihat tangannya yang memar merah karena terluka akibat kena senjata lawannya.

“Tanganmu terluka. Biarkan aku merawat lukamu sampai sembuh.” Ucapku lalu membereskan catatanku dan menggendong tasku lalu mengajaknya menuju pusat kesehatan sekolah.

“…” Aoi sedari tadi terus diam. Dia tidak menampakkan ekspresi dari wajahnya tersebut. Baik ketika berbicara denganku maupun pada saat bertarung. Selesai dengan obat lukanya aku membalut lukanya dengan perban dan berhati – hati.

“Hei, Aoi. Yang tadi bertarung melawanmu itu siapa?” tanyaku sambil membalut telapak tangannya.
“Mereka para Demon yang berusaha membunuh Tenshi sepertimu.” Jawabnya dengan datar.
“Kenapa mereka mengincarku?” tanyaku kembali.

“Karena mereka ingin menghancurkan segel yang mengurung pimpinan mereka. Raja Demon Kiiro.”

“Ah lukanya sudah selesai. Ayo pulang?” ajakku sambil memegang tangan yang satunya dan berjalan melewati kelasku.

“Tunggu sebentar.” Kata Aoi dan dia melepaskan genggamanku.

“REVERSE!” ucapnya sambil mengarahkan satu tangannya ke arah kelasku dan semuanya kembali seperti semula menjadi rapih kembali.

“Bagaimana kau melakukannya?” tanyaku terheran – heran.

“Boku no Chikara.” Jawabnya singkat lalu pergi berjalan meninggalkanku.

“Heii! Tunggu akuu!!” teriakku lalu berjalan bersamanya.

Ditengah perjalanan menuju kerumahku aku melihat Aoi seperti merasa terbebani. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.

“Hei Aoi, kau kenapa? Jika kau merasa tidak nyaman kau bisa pergi dariku.” Ucapku sambil berjalan menundukkan wajahku.

“Ng, apa aku tidak apa – apa bermalam dirumahmu?” Tanya Aoi sambil berjalan disampingku.

“Tidak usah dipikirkan. Ibuku akan senang kalau ada tamu yang menginap dirumah kami. Karena ayahku jarang pulang kerumah. Aku juga punya adik laki – laki dia masih bersekolah di sekolah dasar.” Ucapku dengan senyumku.

Tak lama kemudian kami pun sampai dirumah. Aku pun mempersilahkan Aoi masuk rumahku.

“Ibu, aku pulaang.” teriakku didepan rumah dan terlihat ibuku menghampiriku dan melihatku bersama Aoi.

“Selamat datang, Shiro-chan. Kamu bawa teman ya? Ah tangannya kenapa?” Tanya ibuku sambil memperhatikan tangan Aoi.

“Ooh tangannya terkena api ditempat pembakaran sampah dibelakang sekolah bu. Tapi sudah tidak apa – apa.” jawabku asal – asalan.

“Ayo kita makan malam dulu. Um, siapa nama temanmu?” Tanya ibu kepadaku.

“Aoi. Aoi Ishizaki, salam kenal.” Ucap Aoi memperkenalkan dirinya.

“Ayo masuk Aoi, kita makan malam bersama – sama ya?” ajak ibuku.

“Kau ke dapur saja dulu nanti aku menyusul.” ucapku lalu pergi naik tangga ke kamarku.

Tiba dikamarku, aku segera membereskan tasku dan pergi ke dapur menemui mereka yang sudah tiba duluan disana.

“Onee-chaann!! Ayo makan bersama” ajak Kenichiro Mori, dialah adikku satu – satunya dan satu – satunya laki – laki yang berada dirumah ini kalau ayahku bekerja.

Akupun duduk disamping Kenichi adikku dan kamipun makan malam bersama ditambah kehadiran Aoi. Akupun heran dengan kehadirannya. Aoi tidak pernah menunjukkan ekspresi sedih atau bahagianya kepada orang. Dia terlihat sangat berhati – hati.

“Aoi, nanti kau tidur bersama Kenichi ya? Kamar Kenichi ada didepan kamar Shiro dan jika kau butuh sesuatu tanyakan saja pada kami. Kami sangat senang menerima tamu.” ucap ibuku yang begitu senang menerima Aoi.

“Baiklah, terimakasih atas makanannya dan memperbolehkanku tinggal disini untuk hari ini.” balas Aoi.

“Aoi hidupnya berpindah tempat bu. Dia sering menginap di hotel.” Ucapku didepan ibuku, sementara Aoi terus menatapku dengan mata sapphire birunya itu.

“Wah itu buruk nak. Kau akan kehabisan uang jika kau terus menginap di hotel. Biaya di hotel kan mahal. Kau bisa tinggal disini bersama kami, ibu akan bersihkan kamar di sebelah kamar Kenichi untukmu.” kata ibuku memberikan nasihat untuk Aoi.

“…” Aoi pun terdiam dan meminum segelas air putih, bersamaan dengan itu Kenichiro adikku pun selesai dengan makanannya.

“Onii-chaan, ayo kita pergi ke kamarku. Akan ku tunjukkan kamarku.” ajak Kenichiro.

“Psst, pergilah” bisikku kepada Aoi dan Aoi pun mengikuti Kenichiro.

“Shiro, apa Aoi itu teman sekelasmu?” Tanya ibuku.

“Uh, dia bukan teman sekelasku dan juga bukan teman satu sekolah. Dia sekolah di SMA Hanabi.”

“Apa dia sudah menghubungi orang tua nya kalau dia ada disini?”

“Aku rasa Aoi tidak mempunyai orang tua. Aku pernah menanyakan kepadanya tentang orang tuanya tapi Aoi tidak pernah mau bercerita.” Jawabku sambil mencuci piring.

“Baiklah kalau begitu, lebih baik kamu mandi dulu sana. Bersihkan badanmu” perintah ibuku.

“Yes, Mom!” jawabku dengan penuh semangat dan segera membersihkan diriku.

Setelah membersihkan diriku sementara ibuku dan Kenichi juga sudah tertidur tiba – tiba seseorang mengetuk pintu kamarku dengan sangat pelan. Segeralah aku membukanya dan ternyata itu Aoi.

“Hm, Aoi? Ada apa lagi?” tanyaku sambil berbisik.

“Ini untuk berjaga – jaga. Jika kau sedang dalam bahaya tiuplah peluit ini. Aku mau pergi untuk memastikan para demon tidak sedang mencarimu lagi. Aku akan kembali dalam waktu 30 menit. Sayonara” ucap Aoi dan ketika itu juga Aoi melompat keluar dari jendela kamarku dan menghilang.

“Kuharap Aoi baik – baik saja..” ucapku lalu pergi ke tempat tidurku dan mengakhiri hari yang mengerikan ini.

  • ·        Bento : kotak bekal makanan
  • ·        Uwabaki : sepatu yang dikhususkan dipakai dilingkungan sekolah Jepang.
  • ·        Guardian : penjaga
  • ·        Tenshi : malaikat
  • ·        Scythe : sebuah senjata berbentuk sabit panjang.
  • ·        Onee-chan : kakak perempuan
  • ·        Onii-chan : kakak laki – laki.

Ditulis Oleh : Unknown ~ WhiteKingdom

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Cerpen : The Seal (Chapter 2 - De Ja Vu) yang ditulis oleh The White Kingdom
Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini tanpa seijin Author.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di The White Kingdom

2 komentar:

Back to top