Chapter
4 – When Your Guardian Tell His Truth
Spring, March
25th 2012
“Hmm…” keluhku sambil
mengganti tiap channel di televisi.
“Huh membosankan!!”
kesalku lalu mematikan televisi dan pergi ke kamar mencari ponselku.
“Nah! Ini dia. Kira –
kira Aoi-kun sedang apa ya? Apa sebaiknya aku Tanya saja dia? Baiklah aku akan
mengirimkan pesan untuknya.” Ucapku lalu segera mengetik pesan dari ponselku.
Hari ini adalah hari
Minggu. Ibu dan adikku Kenichiro pergi ke rumah bibiku di Shibuya. Hanya ada
aku dirumah ini sendirian. Ayahku seperti biasa tidak ada dirumah karena dinas
diluar kota.
Jam menunjukkan pukul
10.00 AM. Aku merasa bosan dan akhirnya memutuskan untuk keluar rumah sebentar
untuk jalan – jalan. Dengan berpakaian T-shirt lengan pendek dan celana jeans
pendek setinggi lutut aku berjalan keluar rumahku. Melewati kebun sayuran yang
dirawat oleh tetanggaku dan melewati beberapa blok rumah akhirnya aku sampai di
taman kecil yang biasa dikunjungi oleh anak – anak untuk bermain.
Setibanya disana aku
melihat tak seorangpun berkunjung ke taman ini. Aku duduk di kursi taman yang
terletak dibawah pohon rindang. Merasakan angin berhembus melewati wajahku dan
membuat rambutku yang terurai panjang tertiup angin sejuk.
“Miaw.. miaw.. miaw..”
“Hm? Terdengar seperti
suara kucing kecil.” Ucapku sambil mencari sumber suara tersebut.
“Miaww.. miaw.. miaw..
miaw..”
Aku terus mencari
sumber suara kucing itu, dan akhirnya aku melihat sebuah kotak kardus yang
tergeletak di pojok taman. Aku segera menghampiri kotak tersebut dan kulihat
ada seekor kucing berwarna putih dengan belang abu – abu sedang duduk didalam
kotak tersebut dalam keadaan kotor.
“Aduuh, siapa yang tega
melakukan ini?! Seenaknya saja membuang binatang!” ucapku kesal lalu mengangkat
kucing itu dengan kedua tanganku.
“Miaww?”
“Waah lucunyaaa~ Apakah
kau sendirian disini kucing manis?” ucapku sambil melihat wajah lucu kucing
itu.
“Miaww.. miaw.. miaw..”
“Baiklah aku akan
merawatmu. Aku akan terus selalu bersamamu kucing manis..” ucapku lalu membawanya
pulang ke rumah.
Sesampainya dirumah aku
segera menuju ke kamar mandi. Aku memandikan kucing itu dengan air hangat dan
sabun untuk membersihkan badannya. Setelah memandikan kucing tersebut aku
segera mengeringkan badannya dengan handuk lalu mengeringkan bulunya
menggunakan hair dryer milikku di kamarku.
“Waah lucunyaaa aku
suka padamu kucing manis!” ucapku lalu mencium kepala kucing itu.
Aku mengambil ponselku
yang tergeletak dikasur. Aku melihat di layar ponselku ternyata tidak ada
balasan dari Aoi. Aku pun memutuskan untuk berfoto dengan kucing itu lalu
mengirimkan ke Aoi.
“Hmm, kira – kira nama
yang bagus untuk kucing ini apa ya?” ucapku sambil melihat kucing itu yang
berusaha naik keatas kasurku.
“Ah! Aku akan beri nama
kau Guree! Karena kau punya belang berwarna abu – abu jadi namamu Guree! Apa
kau suka Guree manis??” tanyaku ke Guree yang sedang tiduran dikasurku.
“Miaw!”
“Aku yakin kau menyukai
nama yang kuberikan.”
TING – TOONG!
“Ah? Siapa yang datang
kerumah ya?” tanyaku ke diriku lalu pergi keluar dari kamarku menuju pintu
depan rumah lalu membukanya.
“Hai Shiro-chan!
Konnichiwa!” sapa Midori yang berdiri di luar pintu rumahku.
“Konnichiwa
Midori-chan! Ayo masuk.” Ucapku lalu mempersilahkan Midori masuk.
“Ada apa kau
kerumahku?”
“Aku mau menceritakan
sesuatu yang baru aku temukan tadi. Aku menemukan sesuatu yang sangat bagus
hari ini!” ucap Midori dengan penuh kegembiraan.
“Baiklah ayo duduk dulu
Midori-chan. Kau mau minum apa?” tanyaku lalu duduk disampingnya.
“Bisakah aku minta es
teh? Aku sangat haus karena diluar mataharinya agak panas.” Pinta Midori sambil
mengipas lehernya dengan telapak tangan kanannya.
“Okay, tunggu sebentar
ya?” ucapku lalu pergi ke dapur membuatkan es teh untuk kami berdua.
“Miaaaw..” terdengar
suara kucingku yang menuruni tangga dan berlari ke ruang tengah.
“Ah, Shiro-chan. Kau
pelihara kucing sejak kapan?” Tanya Midori sambil melihat Guree melompat ke
samping Midori.
“Baru saja ku pelihara.
Aku menemukannya di taman sendirian. Sepertinya ada yang membuangnya.” Ucapku
sambil membawa minuman dan meletakkan kedua gelas diatas meja.
“Haah akhirnyaa. Aku
haus!” ucap Midori yang tanpa basa – basi lagi langsung meraih gelas diatas
meja dan meminumnya.
“Oh ya, kau mau cerita
apa?” tanyaku lalu duduk disebelah Midori sambil memangku Guree dan
mengelusnya.
“Oh iya! Ini aku
menemukan kalung ini di dekat sungai belakang bukit. Bagus bukan?” ucapnya
sambil memegang kalung emerald berwarna hijau.
“Waah cantiknyaa.
Mungkin ini punya seseorang yang terjatuh. Kau harus mengembalikannya.”
“Didekat sungai tidak
ada seorang pun yang ada disana. Aku menemukannya ketika aku sedang berjalan –
jalan didalam hutan bukit lalu sampai ke pinggir sungai. Aku melihat benda yang
bercahaya hijau dan ternyata itu adalah kalung ini!”
“Tidak biasanya kau
berjalan – jalan ke hutan bukit sampai ke pinggir sungai. Biasanya kau selalu
dirumah atau berbelanja sendirian di pusat perbelanjaan.”
“Aku juga tidak tahu.
Entah kenapa aku merasa ingin pergi ke sungai. Hei cocok tidak denganku?” Tanya
Midori sambil memakai kalung tersebut.
“Wah iya. Cocok sekali
denganmu. Tapi kalau ada yang mencari kalung itu kau harus segera
mengmbalikannya ya?”
“Iyaa baiklah. Kalau
tidak ada yang mencari bagaimana?”
“Aku tidak tahu.
Mungkin kau harus menyimpannya sampai pemilik kalung itu mencari dan bertemu
denganmu.”
“Okay, terimakasih atas
saranmu Shiro-chan! Kau memang sahabat terbaikku!” ucapnya lalu memelukku.
“Iya sama – sama. Kita
kan teman jadi harus saling tolong-menolong hahaha.” Ucapku.
Aku dan Midori
menghabiskan waktu bersama dengan bermain bersama Guree kucing peliharaanku
yang baru saja ku pelihara. Hingga jam menunjukkan pukul 1.00 pm Midori pamit
pulang karena ibunya menelpon untuk ikut berbelanja ke mall.
“Aku pulang dulu ya
Shiro-chan! Sampai jumpa besok di sekolah! Dadaah Shiro-chan dan Guree!”
pamitnya lalu pergi keluar meninggalkan kami berdua.
“Jaa Midori-chan!”
ucapku sambil melambaikan tanganku keluar rumah.
“Yaah, kita sendiri
lagi Guree-chan..” keluhku sambil menggendong Guree masuk kedalam rumah dan
menutup pintu depan rumah.
Aku menurunkan Guree
diatas sofa sementara aku membersihkan bekas minuman tadi di dapur. Selesai
dengan mencuci gelas aku membawa Guree ke kamarku lalu kami berdua tiduran
diatas kasur. Aku mengambil ponselku yang ada disamping gulingku, berharap Aoi
membalas pesanku.
Ternyata dilayar
ponselku ada pesan masuk dan itu dari Aoi. Aku segera membacanya pesan dari Aoi
yang memintaku untuk ke rumahnya jika aku merasa bosan.
“Guree~ ayo kita pergi
kerumah Aoi-kun!” ajakku ke kucing itu lalu menggendongnya.
“Miaw!” ucap kucing itu
seperti mengatakan ‘iya’ kepadaku.
Akhirnya aku segera
bersiap kerumah Aoi dengan menggendong Guree lalu pergi keluar rumah mengunci
pintu rumahku. Aku berlari kerumah Aoi yang tidak jauh dari rumahku. Sampai
dirumah Aoi aku segera mengetuk pintu rumah Aoi dan pintu itu segera terbuka
dan terlihat Aoi yang agak terkejut melihatku membawa Guree.
“Konnichiwa Aoi-kun!”
ucap salamku sambil menggendong Guree.
“Uh, Konnichiwa. Ini
kucing yang kau temukan itu?” Tanya Aoi sambil melihat Guree.
“Iya. Lucu kan?”
tanyaku sambil menyodorkan Guree di depan wajah Aoi.
“Ah, hahaha. I-iya. Ayo
masuk” ucap Aoi sambil mempersilahkan aku masuk kedalam rumahnya dan aku
langsung masuk kedalam rumahnya, melepaskan Guree diruang tengahnya Aoi.
“Kau mau makan siang?
Aku sedang masak okonomiyaki untuk makan siang.” Ucapnya lalu memegang spatula
yang tadinya terselip di pinggangnya.
“Boleh. Kalau begitu
aku akan bantu. Boleh ya?” pintaku.
“Uh jangan. Lebih baik
kau diam saja bermain dengan Guree.”
“Ayolaah, boleh ya aku
membantumu?” pintaku lagi yang kali ini sambil menarik lengan Aoi kedapurnya.
“Hm, baiklah tapi kau
hanya menyajikan makanan saja ya?”
“Huh, curang! Baiklah.”
Akhirnya Aoi
mengijinkanku untuk membantunya memasak makan siang. Aku menyiapkan kedua
piring diatas meja makan sementara aoi memasak okonomiyaki untuk kamu berdua.
“Hei, kucing itu sudah
diberi makan belum?” Tanya Aoi sambil memasak.
“Hmm sepertinya belum.
Soalnya ketika aku menemukannya aku langsung memandikannya dan bermain
bersamanya.” Jawabku dengan wajah yang polos.
“Kalau memelihara
kucing kau harus merawatnya sungguh – sungguh. Bukan mengajaknya main terus.”
Ucap Aoi menasihatiku sambil meletakkan kedua okonomiyaki di kedua piring yang
telah kusiapkan.
“Baiklah, aku minta
maaf. Dirumahku tidak ada ikan jadi aku tidak memberinya makan siang.” Ucapku
sambil meminta maaf.
Aoi membuka lemari
dapurnya dan mengeluarkan kotak makanan kucing dan memberikannya padaku.
“Ini. Berikan ini untuk
kucingmu. Taruh dipiring dan berikan padanya.”
“Namanya Guree. Lucu
kan?” tanyaku sambil menuangkan makanan kucing di piring.
“Kenapa kau namakan
Guree?” Tanya Aoi sambil menuangkan jus jeruk kedalam dua gelas.
“Karena Guree memiliki
belang berwarna abu – abu ditubuhnya. Guree-chaaann!!” panggilku supaya Guree
menghampiriku di dapur.
“Miaw! Miaw..” ucap
Guree sambil berlari kecil menghampiriku.
“Ayo dimakan. Ini
makanan khusus untukmu. Aoi-kun yang memberikannya. Habiskan ya?” ucapku sambil
mengelus kepala Guree lalu duduk di kursi samping Aoi.
Kami
berdua menyantap makan siang kami bersama. Semuanya penuh canda dan gurau
walaupun Aoi sedikit jarang tertawa. Hanya senyumnya yang tipis ia tampakkan
padaku dan sesekali ia tertawa kecil dihadapanku.
Setelah makan siang,
kami pun bermain kartu bersama. Bosan bermain kartu, aku mengajak Aoi bermain
bersamaku dan Guree. Puas bermain aku pun tidur di sofa bersama Guree
dipelukanku.
“Hm? Tidur juga dia.”
Ucap Aoi sambil mengusap kepala Shiro lalu dia pergi kekamarnya mengambil selimut
dan menyelimuti Shiro.
“Aku rasa kau
membutuhkan ini. Oyasuminnasai.” Ucap Aoi lalu ia duduk disebelah Shiro yang
sedang tertidur pulas.
Aku terbangun dengan
mata yang masih setengah mengantuk. Kemudian aku mengucek kedua mataku dan
membuka mataku lalu terlihat wajah Aoi dengan jelas sedang tertidur menunduk
menghadapku.
“Tidaaaaaaakkkk!!!”
teriakku sekeras mungkin membangunkan Aoi secara tidak sengaja dan bangun lalu
duduk disamping Aoi.
“Ah! Ada apa?!” Tanya
Aoi yang kaget dari tidurnya.
“Kau apakan diriku
sampai aku tertidur di pahamu?!” tanyaku dengan wajah memerah dan agak kesal.
“Aku tidak berbuat
apapun. Kau tadi tertidur pulas dan tiba – tiba kau pindah untuk tidur diatas
pahaku.” Ucap Aoi menjelaskan semuanya.
“Benarkah?” tanyaku
dengan wajah yang makin memerah.
“Ya.” Ucap Aoi singkat.
Aku melihat jam dinding
yang sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku menggendong Guree yang sedang tertidur
lalu terbangun karena aku menggendongnya.
“Lebih baik aku pulang.
Ini sudah sore.” Ucapku sambil tergesa – gesa.
“Tunggu. Biar aku
antarkan kau sampai rumah.” Kata Aoi menawarkan bantuannya sambil memegang
tanganku.
“Baiklah..” ucapku
dengan nada pelan.
Akhirnya Aoi
mengantarkanku pulang sampai rumah dan setibanya didepan rumah ponselku
berbunyi ternyata itu telpon dari ibuku. Aku segera mengangkat telepon dari
ibuku. Aku agak sedih karena ibuku mengatakan untuk pulang besok pagi. Aoi juga
tampaknya mengkhawatirkanku. Selesai berbicara dengan ibuku lewat telepon aku
mengakhirinya dan memasukkan kembali ponselku di kantong celana pendekku.
“Ada apa?” Tanya Aoi.
“Ibuku akan pulang esok
pagi. Ibuku terlambat naik kereta.”
“Jadi, kau akan
sendirian lagi dirumahmu?”
“Ya, seperti itu lah.”
“Bolehkah aku menginap
dirumahmu. Aku akan menemanimu sampai besok.”
“Tidak. Itu tidak
perlu. Aku sudah banyak merepotkanmu.”
“Aku akan
melindungimu.”
“Tidak perlu! Aku bisa
sendiri!”
“Aku akan menemanimu
sampai ibumu pulang.”
“Tidak! Kau tidak
boleh!”
“Boleh! Aku ini
Guardianmu jadi aku harus melindungimu!” ucap Aoi bersikeras.
“Tidak! Kau bukan
siapapun!”
“Aku Guardianmu dan kau
adalah Tenshiku!”
“Aku tidak peduli!”
“Kau harus peduli
tentang itu!”
“Kenapa aku harus
peduli?!!”
“Karena kau adalah
Tenshi yang penting untukku!”
“Seberapa penting
diriku untukmu!!”
“Kau sangat penting
karena aku menyukaimu!”
“…”
“…”
Kami berdua terdiam.
Aoi yang tidak sengaja berbicara jujur langsung berbalik membelakangiku. Aku
pun masih kaget dan tidak percaya apa yang diucapkannya. Aku hanya terperangah
melihatnya walaupun dia membelakangiku.
“Aku akan pulang..”
ucap Aoi pelan.
Aku menahan Aoi dengan
menarik lengan bajunya dengan kuat sampai Aoi mundur selangkah ke hadapanku.
“Ada apa lagi? Bukankah
kau menginginkanku pergi?”
“Apa yang kau ucapkan
tadi itu benar? Apa kau jujur?” tanyaku sambil tertunduk.
“Ya.” Jawab Aoi dengan
singkat.
“Kau.. boleh menginap
dirumahku sampai ibuku pulang. Aku sendirian, aku takut.”
“Bukankah kau bisa
melakukan segala halnya sendiri?”
“Tidak. Aku tidak bisa.
Aku takut sendirian. Ku mohon..”
“Baiklah.”
“Ayo masuk. Diluar
sudah terasa dingin.” Ajakku lalu aku masuk kedalam rumahku diikuti Aoi.
Akhirnya Aoi menginap
dirumahku dan dia membuatkanku makan malam dan membersihkan segalanya. Ketika
malam tiba aku menyuruh Aoi untuk tidur dikamar adikku tapi dia sudah tertidur
diruang tengah. Aku mengambil selimut kemudian menyelimutinya.
“Oyasuminnasai..
Aoi-kun.” Ucapku lalu aku pergi ke kamarku dan tidur bersama Guree yang sudah
tidur terlebih dahulu diatas kasurku.
0 komentar:
Post a Comment