Chapter
3 – Another Guardian
Spring, March
8th 2012
“Shiro onee-chaaan!!!”
teriak Kenichiro sambil menggedor – gedor pintu kamarku. Aku pun terbangun dan
membuka pintu kamarku dan melihat Kenichiro masih teriak – teriak.
“Hei hei. Sudah kakak
sudah bangun kok.” Ucapku masih setengah mengantuk dan mengucek mataku.
“Cepatlah turun kebawah
kak. Aoi onii-chan sedang membuatkan sarapan untuk kita semua!” ucap Kenichiro
dengan riang lalu Ia turun menuruni tangga dan berlari kedapur.
“Ah? H-hei tunggu… Ah
sudahlah anak itu cepat sekali larinya. Tapi sejak kapan Aoi bisa memasak? Dia
kan laki – laki, mana bisa memasak? Ah mungkin dia Hanya memasak makanan yang
ringan saja.” Ucapku sambil tertawa kecil lalu mengambil handuk dan membereskan
diriku.
Setelah mandi dan
merapihkan kasurku akupun turun kebawah dengan membawa tas ku. Ketika mendengar
suara tawa didapur aku menghentikan langkahku untuk masuk ke dapur dan
mendengarkan obrolan ibuku bersama mereka.
“Wah ternyata hebat
juga ya Aoi-kun. Kamu pandai memasak juga.” Puji ibuku
“Terimakasih, aku sudah
terbiasa.” Ucap Aoi.
“Kalau begitu Aoi
onii-chan tinggal bersama kita saja bu. Biar aku punya teman dirumah!” ucap
Kenichiro bersemangat.
‘Baru hari pertama Aoi
datang kerumahku Ia sudah membawa kebahagiaan tersendiri untuk ibu dan adikku.
Sebenarnya apa yang direncanakannya?’ pikirku lalu masuk kedapur.
“Ah, selamat pagi
Shiro-chan.” Sapa ibuku dengan ramah seperti biasanya.
“Selamat pagi bu.”
Balasku singkat dan duduk ditempatku.
“Silahkan dimakan.” Ucap
Aoi sambil memberiku sepiring pancake yang dituang saus coklat dihadapanku.
“Terimakasih,
Ishizaki-san. Hmm sepertinya enak. Apa kau juga seorang chef?” tanyaku sambil
memujinya. Tapi Aoi hanya terdiam saja dan menikmati sepiring pancake miliknya.
Setelah beberapa menit
berlalu kami akhirnya selesai dengan sarapan kami dan Kenichiro pun sudah
berangkat sekolah terlebih dahulu. Aku juga sudah bersiap – siap lalu
berpamitan dengan ibuku.
“Ibu, aku berangkat
dulu yaa?” ucapku kepada ibuku.
“Kalau begitu aku akan
mengantarkanmu.” Ucap Aoi menawarkan dirinya untuk mengantarkanku.
“Huh? Kau tidak sekolah
ditempatmu?” tanyaku.
“Mulai hari senin besok
aku akan bersekolah ditempatmu. Aku—“
“Aoi-kun akan
bersekolah disekolahmu. Kasihan kan dia harus kembali ke sekolahnya yang dulu.
Itu lumayan jauh dari sini.” Potong ibuku.
“T-tapi bu orang tuanya
mungkin akan mengkhawatirkannya bu..” ucapku agak terbata – bata sedikit.
“Aoi-kun bilang dia
akan pindah ke daerah didekat sini karena ayahnya sedang bertugas di perkotaan.
Lagipula Aoi-kun akan sendirian jika dia tinggal disana dan bersekolah disana.”
Ucap ibuku dengan wajah yang datar.
‘Ada apa ini? Kenapa
ibuku jadi seperti ini?’ pikirku dengan wajah penuh dengan keheranan.
“Baiklah bu, aku
berangkat dulu.” Ucapku lalu berangkat keluar rumah diikuti Aoi.
Setibanya diperjalanan
kepalaku penuh dengan berbagai pertanyaan yang ingin ku ajukan kepada Aoi. Karena
kepalaku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan akupun kesal dengan diriku sendiri
sambil mengacak – acak poni rambutku.
“Kau kenapa?” Tanya
Aoi.
“Kau apakan ibuku?!
Kenapa ibuku jadi lebih perhatian padamu?!” tanyaku kesal sambil memukul
bahunya.
“Hm, sudah kuduga kau
akan menyadarinya. Maaf, aku menghipnotis ibumu supaya ibumu bisa mengijinkanku
tinggal bersamamu.” Jawab Aoi yang kali ini dia berkata padaku dengan nada yang
pelan.
“Cih! Aku benci kau
Aoi-san!” teriakku kepadanya lalu berlari menjauhinya menuju sekolahku.
Akupun terus berlari
sambil menangis menuju sekolahku dan aku berhenti disebuah taman kecil lalu
duduk disebuah ayunan. Aku tidak memikirkan apakah aku akan terlambat sekolah
atau tidak. Aku hanya tertunduk sambil duduk di ayunan. Ketika itu seseorang
berdiri didepanku dan aku langsung mengangkat kepalaku. Itu adalah Negishi-san.
“Negishi-san..” ucapku
pelan lalu aku langsung mengusap kedua pipiku yang basah.
“Sedang apa kau
disini?” Tanya Negishi-san lalu jongkok didepanku.
“Aku tidak apa – apa.”
Jawabku lalu mengalihkan wajahku darinya.
Tiba – tiba Negishi
mengeluarkan sapu tangan dari kantongnya lalu mengusap pipiku dan mataku
sehingga membuatku terkejut.
“A-apa yang kau
lakukan?!” ucapku agak terkejut.
“Aku hanya mengusap air
matamu. Ayo kesekolah, nanti terlambat.” Ajaknya lalu memegang tanganku dan
berdiri. Aku ikut berdiri dan mengikuti jalannya.
“Negishi-san..”
panggilku pelan sambil tertunduk.
“Ya? Ada apa?” Tanya
Negishi sambil tersenyum kepadaku.
“Bisakah kau melepaskan
tanganmu dari tanganku?” pintaku.
“Ah! Maaf maaf.”
Ucapnya meminta maaf kemudian Ia melepaskan tangannya dariku.
“Terimakasih.” Ucapku
dengan nada datar.
“Ya, sama – sama. Aku Hanya
ingin membantumu saja. Kau sedang ada masalah ya?” Tanya Negishi.
“Apa aku perlu
memberitahukan masalahku padamu?” tanyaku kembali.
“Okay, aku tidak
memaksamu untuk memberitahukan masalahmu padaku.” Ucapnya dengan ramah.
Gerbang sekolah sudah
terlihat dan aku segera meninggalkan Negishi-san untuk segera mengganti
sepatuku lalu pergi ke kelasku. Ketika sampai dikelas aku melihat Midori yang
sedang menungguku.
“Selamat pagi
Midori-chan.” Sapaku sambil melambaikan tanganku ke arahnya.
“Pagi, Shiro-chan.” Sapanya
dengan singkat.
“Midori-chan? Ada apa
denganmu?” tanyaku lalu duduk ditempatku.
“Aku bermimpi aneh
semalam.” Ucapnya sambil memandangku.
“Mimpi seperti apa?”
tanyaku dengan penasaran.
“Aku bermimpi
Negishi-san itu adalah benar – benar pangeranku. Dia datang dengan sayap dan
menjemputku.” Ucapnya dengan wajah yang langsung berubah drastis menjadi sangat
senang.
“Duh, kau ini membuatku
khawatir saja. Ku kira kau bermimpi dikejar – kejar hantu.” Ucapku sambil
tertawa kecil.
“Aaah Shiro-chan aku
tidak bermimpi seperti ituu.” Ucapnya dengan wajah cemberut.
“Hehehe.. maaf aku hanya
bercanda. Hei, Ayaka-sensei datang!” ucapku mengejutkan Midori dan Ia langsung
berbalik ke mejanya.
Setelah mengikuti
pelajaran yang diberikan Ayaka-sensei, jam istirahat berdentang. Aku membawa
kotak bekalku lalu membeli sekaleng minuman di mesin minuman dan membawanya ke
atap sekolah.
“Hmm.. sejuknyaa..”
sambil duduk di kursi sudut atap sekolah dan meletakkan bekalku lalu membuka
minuman kalengku. Aku membuka kotak bekalku dan kulihat ada 6 potong sushi
dengan tuna dan saladnya.
“Ini pasti buatan Aoi-san..”
keluhku lalu menutup kotak bekalku.
“Tidak mau dimakan?”
ucap suara yang tidak asing ditelingaku. Lalu kulihat disampingku sudah ada Aoi
duduk dengan kedua tangannya masuk ke kantong jaketnya.
“…” aku kaget kemudian
terdiam lalu minum minuman kalengku.
“Aku sudah melepaskan
ibumu dari hipnotisku.” Ucap Aoi.
“Kenapa kau datang
kesini?” tanyaku agak ketus.
“Aku khawatir akan
terjadi sesuatu denganmu.” Ucapnya.
“Aku tidak butuh
diikuti olehmu. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”
Tiba – tiba seseorang
membuka pintu atap dan keluarlah Negishi-san lalu ia melihat kami berdua.
“Shiro? Sedang apa kau
bersama orang lain disini? Ini kan masih lingkungan sekolah.” Ucapnya sambil
mendekati kami.
“Ah! Ini bukan apa –
apa kok. Aku tidak melakukan apa – apa dengan orang ini!” bela diriku dengan
agak panik karena Negishi-san terus memandangku.
“Hey sapphire, kenapa
kau ada disini? Kenapa kau tidak menjaga Tenshimu?” ucapnya dengan nada yang
meremehkan Aoi.
‘Sapphire? Siapa
sebenarnya Aoi?’ pikirku sambil menatap Aoi yang selalu bersikap datar.
“Ini bukan urusanmu.”
Ucapnya lalu ia berdiri menghadapi Negishi-san.
“Oh, apakah Shiro itu
adalah Tenshimu? Sangat protective.” Ucap Negishi sambil memberikan bertepuk
tangan dengan pelan.
“…” Aoi hanya terdiam dan
terus memandang Negishi yang mengejeknya.
“Sudahlah Negishi-san
tidak usah mencari keributan!” ketusku lalu akupun pergi dari atap sekolah
dengan membawa bekalku yang belum ku sentuh.
“Shiro! Hey hey!
Tunggu!” teriak Negishi-san sambil mengejarku dan memegang tanganku.
“Lepaskan!” teriakku
sambil menarik tanganku lalu pergi meninggalkan Negishi-san.
Setibanya dikelas aku
bertemu Midori yang sedang menungguku ditempatnya.
“Kau dari mana saja
Shiro-chan?” Tanya Midori.
“Aku baru dari atap.”
Sambil memasukkan kembali kotak bekalku kedalam tasku.
“Ada apa denganmu,
Shiro-chan?” Tanya Midori sambil melihatku khawatir.
“Ah, aku tidak apa –
apa. Aku hanya tidak bernafsu untuk makan lagi.” Keluhku lalu mengeluarkan buku
catatanku untuk mengikuti pelajaran berikutnya.
“Jadi kau tidak makan
bekalmu?” Tanya lagi Midori kepadaku.
“Hanya sedikit.”
“Hmm” sambil
menunjukkan wajah khawatirnya padaku.
Pelajaran kembali
dimulai dan kali ini aku mencoba serius untuk memahami pelajaran ini sampai bel
pulang sekolah berdentang.
“Shiro-chan ayo
pulang?” ajak Midori.
“Aku nanti saja, aku
ingin sendirian dulu.” Ucapku dengan nada yang agak pelan.
“Okay, jaga dirimu baik
– baik. Aku pulang duluan yaa? Ja matta nee..”
“Jaa…” sambil
melambaikan tanganku.
Tak lama kemudian
Negishi-san masuk kedalam kelasku dan menyapaku dengan wajah ramahnya.
“Selamat siang
Shiro-chan” sapa Negishi-san lalu duduk dikursi sebelahku.
“Selamat siang juga..
Ada perlu apa?”
“Ah tidak apa – apa.
Aku hanya ingin berada disini saja. Kau tidak mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler?” Tanya Negishi-san sambil menatapku.
“Tidak. Aku tidak
begitu tertarik.” Ucapku kemudian memalingkan wajahku darinya dan menatap
keluar jendela.
“Hmm, oke aku rasa
lebih baik aku mengakhiri perbincangan ini. Jaa” ucapnya dan berjalan menuju
keluar kelas. Ketika sampai didepan pintu kelas tiba – tiba muncul lah Demon
yang menyerang Negishi-san hingga terpental keluar jendela kelas.
PRAANGGG!!!
“Kehehehe.. disini
ternyata kau Tenshi putih. Sudah lama kami mencarimu!” ucap demon itu lalu
berjalan mendekatiku sambil mengeluarkan tongkat berwarna merah di tangan
kanannya.
Aku merasa sangat
ketakutan sehingga aku berdiri dan pergi ke pojok ruangan kelas lalu berteriak
ketika demon itu mengayunkan tongkatnya kearahku.
“Siapa saja tolong
akuuu!!!!” teriakku sambil memejamkan mataku kuat – kuat.
DUAKKK!!!
BRUKK!!
Aku langsung membuka
mataku dan melihat demon itu jatuh seperti tertendang oleh seseorang. Dan orang
yang menendang demon itu adalah Negishi-san.
“Aku tidak akan
membiarkanmu menyentuh Shiro! Light Gun!” ucapnya sambil mengangkat tangan
kirinya keatas dan muncul senjata pistol dengan aura ungu kehitaman yang
menyelimuti pistol tersebut.
“Cih! Kau kira aku akan
kalah dengan Guardian sepertimu hah??! Tidak akaan!!” ucap Demon tersebut lalu
berkali – kali mengayunkan tongkatnya ke Negishi-san, sementara Negishi-san
hanya menangkis serangan bertubi – tubi dari demon itu dengan menyilangkan
kedua tangannya.
‘Negishi-san adalah
Guardian??! Tidak mungkin! Bagaimana bisa Negishi-san menjadi seorang
Guardian?!’ pikirku.
Tiba – tiba aku
teringat peluit yang diberikan Aoi. Langsung saja kuraih tas yang ada diatas
mejaku dan mencari peluit tersebut, tanpa berpikir panjang aku segera meniup
peluit itu sekeras mungkin.
Seketika itu juga
Negishi-san langsung menghampiriku dan menggendongku yang sedang membawa tas ku
lalu berlari dari dalam kelas menuju atap sekolah.
“Negishi-san!! Turunkan
akuu!!” teriakku sambil meronta supaya Negishi-san mau menurunkan aku.
“Tidak ada waktu lagi!
Demon itu terlalu kuat!” ucap Negishi-san sambil berlari menaiki tangga dan
menggendongku lalu sesekali menembakkan pelurunya kebelakang untuk menahan
kejaran Demon tersebut.
Setibanya di atap
sekolah aku melihat Aoi sedang berdiri disana dengan senjata Angel Swordnya.”
“Aoi-san, kau datang
tepat waktu! Ada Demon yang mengejarku!” ucapku ketakutan lalu berlindung
dibelakang Aoi dan Negishi-san.
“Kau datang juga
rupanya, Sapphire. Demon yang mengincar Shiro kali ini adalah Demon level 2.”
Ucap Negishi-san sambil mengisi pelurunya kembali.
“Kau tidak cocok
bertarung dengan Demon itu dalam jarak yang sangat dekat. Aku akan
menghadapinya dengan pertarungan jarak dekat. Kau bisa gunakan sayapmu untuk
menembaknya dari jauh.” Perintah Aoi lalu ia bersiap dengan posisi
bertarungnya.
“Tch! Aku sebenarnya
tidak suka diperintah. Tapi apa yang kau katakan ada benarnya juga. Aku akan
mengikuti cara bertarungmu, Sapphire.” Sambil bersiap dengan posisinya.
Tidak lama kemudian
Demon itu datang dihadapan kami dengan wujud yang agak berantakan berkat peluru
yang ditembakkan oleh Negishi-san.
“Ada satu Guardian lagi
rupanya. Ini akan membuat pertarungan semakin menarik, kyahahaha!! Dan kau
Guardian ungu! Kau harus membayar pakaianku yang rusak ini!!” ucap Demon itu
kesal.
“Shiro, tetaplah
disini. Aku akan melindungimu, Holy Shield level 2!” ucap Aoi dan terbentuklah
sebuah gelembung yang sangat keras dan transparan melindungiku.
“Aoi, berhati –
hatilah…” ucapku dengan wajah yang khawatir dengannya.
“Sudah cukup
obrolannya! Hadapilah akuu!! Hiyaahhh!!!” ucap Demon itu lalu menyerang Aoi
yang kemudian Aoi ikut menyerang Demon tersebut.
“Wing Heaven!” teriak
Negishi-san lalu keluarlah sepasang sayap putih dari punggungnya kemudian ia
langsung terbang ke atas dan menunggu kesempatan untuk menembak Demon tersebut.
Aoi dan Demon tersebut
masih terlibat pertarungan sengit. Aoi mengayunkan pedangnya ke Demon tersebut
tetapi berhasil ditahan oleh tongkat Demon itu.
“Cih! Kau cukup kuat sekali!
Aku tidak suka pertarungan berimbang seperti ini!” teriak Demon lalu memperkuat
pertahanannya.
“Aku juga tidak suka
seperti ini. Angel Sword Max Power!” ucap Aoi dan kali ini Aoi berhasil
mematahkan tongkat Demon itu sehingga demon tersebut terpental jatuh dari atap
gedung sekolah dengan luka tebasan pedang di dada Demon itu.
“Sekarang Murasaki!!”
teriak Aoi pada Murasaki memberikan aba – aba.
“Baiklah, mati kau
demon sampah! Flame Shoot!!” ucap Negishi-san yang masih terbang dan
menembakkan peluru berapinya ke arah demon yang jatuh itu dan mengenai tepat
sasaran.
“Aaaaarrrgghh!! Aku
akan kembali lagi!!” teriak demon itu lalu jatuh ke tanah dengan tubuh yang
hancur menjadi debu.
Kemudian gelembung yang
melindungiku menghilang dan aku segera berlari memeluk Aoi sambil menangis.
“A-aku minta maaf
karena sudah bersikap kasar denganmu hari ini.” Ucapku dengan penuh penyesalan
dan aku merasakan tangan Aoi menyentuh kepalaku.
“Sepertinya Tenshimu
menyukaimu, Sapphire.” Ucap Negishi-san sambil bertolak pinggang melihat kami
berdua.
Setelah kejadian itu
kami bertiga duduk di kursi atap sekolah dan mendengarkan penjelasan
Negishi-san tentang dirinya.
“Yah mau bagaimana
lagi, aku sudah terpilih menjadi seorang Holy Black Guardian. Aku juga sudah
sering bertemu beberapa demon.” Ucap Negishi-san.
“Lalu kemana Tenshimu?
Bukankah seorang Guardian mempunyai satu Tenshi yang harus dilindunginya?”
tanyaku kembali.
“Aku belum menemukan
Tenshi yang ku cari. Mungkin seseorang belum terlalu menunjukkan jati dirinya
sebagai Tenshi.” Jawab Negishi-san
“Bagaimana kau
menunjukkan jati dirimu sebagai seorang Tenshi?” Tanya Negishi-san.
“Sebelumnya aku
bermimpi tentang seseorang yang datang melindungiku, lalu aku bertemu Aoi
keesokan harinya.” Jawabku sambil mengikat rambutku dengan pita dua lonceng
kecil.
“Ah pita dengan lonceng
itu seperti yang pernah dipakai The Great Tenshi!” Seru Negishi-san.
“Benarkah? Ini
diberikan oleh ayahku di ulang tahunku yang ke-15.” Ucapku yang tambah heran.
“Hmm Shiro? Kau tahu
ini jam berapa?” Tanya Aoi.
“Ah iya sudah sore, aku
takut ibuku mengkhawatirkanku. Aoi-kun? Ayo pulang?” ajakku lalu menarik
tangannya.
“Wing heaven…” ucap Aoi
dan tiba – tiba muncul sayap dari punggung Aoi berwarna biru langit yang
transparan.
“Aoi-kun.. kau juga
punya sayap?” tanyaku sambil terkesima dengan sepasang sayap Aoi yang indah.
“Semua Guardian bisa
terbang. Tapi ada beberapa yang tidak memiliki sayap sama seperti para Demon.
Suatu saat nanti jika kau sudah mengetahui kekuatanmu kau juga bisa memiliki
sayap.” Kata Aoi lalu ia menggenggam tanganku.
“Cih, seperti biasa.
Kau selalu mempunyai kemampuan charm yang dapat menarik perhatian perempuan.”
Ucap Negishi-san iri.
“Sayap Negishi-san juga
bagus kok.” Pujiku untuk menghibur Negishi-san.
“Jangan panggil aku
Negishi-san lagi. Panggil saja Murasaki-kun.” Pintanya dengan wajah senyumnya.
“Ah aku tidak sopan
kalau memanggilmu seperti itu. Aku akan panggil Murasaki-san saja. Sudah ya aku
mau pulang dulu.” Ucapku lalu berdiri didekat Aoi, dan Aoi langsung
menggendongku dengan hati – hati.
“Jaa ne~
Murasaki-saaann!!” ucapku sambil terbang dibawa Aoi dan melambaikan tanganku ke
arah Murasaki-san.
Ketika sampai didepan
rumah, Aoi menurunkanku dan sayapnya langsung hilang seketika dengan indahnya.
“Kau tidak mau tinggal
bersama kami?” tanyaku yang kemudian tertunduk.
“Aku sudah membeli
rumah di dekat sini. Jadi aku tidak perlu mengkhawatirkanmu. Kau masih
menyimpan peluit yang kuberikan?” Tanya Aoi.
“Ya, aku masih
menyimpannya. Umm, Aoi-kun?”
“Ya? Ada apa?”
tanyanya.
“Apakah aku boleh
berkunjung kerumahmu?” Tanya diriku dengan wajah yang masih tertunduk.
Kemudian Aoi menyentuh daguku dan menaikkan wajahku kemudian tersenyum untuk yang pertama kalinya.
“Ya, kau boleh
berkunjung kapanpun.” Ucapnya sambil masih tersenyum.
“Kau.. tersenyum,
Aoi-kun.” Ucapku dengan penuh keheranan.
“Uh? Maaf. Apakah
senyumku terlihat aneh?” tanyanya dengan nada datar.
“Tidak. Aku suka kok.”
Ucapku sambil tersenyum lebar.
Bersamaan dengan canda
tawa kami, ibuku membuka pintu dan keluar dari rumah.
“Shiro-chan, kamu sudah
pulang rupanya. Ayo ajak Aoi-kun masuk bersama.” Ajak ibuku.
“Tidak, terimakasih.
Aku akan kembali ke rumahku. Aku sudah memiliki rumah disekitar sini.” Tolak
Aoi dengan lembut kepada ibuku.
“Baiklah, aku masuk
kedalam rumah dulu ya. Ja, matta ne Aoi-kun..” sambil melambaikan tangan dan
masuk kedalam rumah bersama ibuku.
‘Aku yakin suatu saat
nanti Aoi-kun akan tersenyum dengan sendirinya dan tidak menjadi seseorang yang
dingin lagi.” Pikirku sambil tersenyum – senyum.
“Kamu kenapa
Shiro-chan?” Tanya ibuku.
“Aah, tidak apa – apa
ibu. Aku baik – baik saja.” Ucapku dengan memberikan senyuman kepada ibuku lalu
menaiki tangga menuju kamarku.
0 komentar:
Post a Comment